Artikel
“KEMENDIKBUD,
AKANKAH BERUBAH LAGI?”
Oleh : Tri Utami
Pendidikan
merupakan salah satu media yang sangat diperlukan untuk menggali potensi dalam
diri seseorang. Maka dari itu sebagai penunjang terselenggaranya proses
pendidikan secara optimal, perlu adanya pihak yang berwenang supaya proses
pendidikan tersebut dapat terstruktur dengan baik.
Di
era tahun 1945 – 1948, pihak yang berwenang tersebut merupakan“ Departeman
Pengajaran”. Seiring dengan perkembangan zaman nama – nama tersebut silih
berganti diantaranya dari Departement Pengajaran (1945 – 1948), Departement Pendidikan
dan Kebudayaan(1948 – 1999), Departemen Pendidikan Nasional (1999 – 2009),
Kementrian Pendidikan Nasional (2009 – 2011), dan hingga kembali lagi menjadi
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan(2011 – sekarang).
Dengan
kembalinya Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan tersebut, banyak pihak yang
mendukung dan menyambut hangat. Harapan saya kedepan semoga dengan adanya
perubahan terstruktur tersebut dapat memajukan pendidikan dan dapat
mensejahterakan pendidikan. Dimana dengan dimasukkannya kebudayaan kedalam
pendidikan berarti nilai dan peradabannya untuk membangun manusia berkarakter
dapat dengan mudah untuk dicapai. Kebudayaan juga tidak dapat lepas dari
pendidikan, karena dalam proses kebudayaan termasuk bagian dari pada
pendidikan. Sehingga diantara keduanya tidak dapat di pisahkan, artinya
diantara keduanya saling melengkapi.
Di
era globalisasi, banyak dari sekolah – sekolah lebih mengunggul - unggulkan
bidang tekhnologi modern dari pada bidang kebudayaan. Hal tersebut saya jumpai
di mana sekolah – sekolah lebih banyak mengambil mata pelajaran muatan lokal
dengan ilmu tekhnologi dan komunikasi atau multimedia dari pada mata pelajaran
seni tari atau bahasa daerah ( sebagai salah satu contoh hasil kebudayaan
indonesia). Dengan masuknya kebudayaan dalam pendidikan, antara muatan
tekhnologi modern dan muatan kebudayaan dapat berjalan secara seimbang. Supaya
hasil kebudayaan yang kita miliki tidak mudah diclaim
dan dicemari oleh pihak asing yang tidak berkepentingan (mempunyai maksud
yang kurang baik).
Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan mengembangkan
pendidikan karakter yang sebelumnya juga telah dirintis Kementerian Pendidikan
Nasional yaitu mengenai pendidikan berkarater. Akan tetapi, dengan bergantinya
Kementrian Pendidikan Nasional menjadi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan,
maka untuk tugas Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan perlu diperjelas road map yang akan digunakan untuk menghasilkan
orang-orang yang cerdas dan berkarakter.
Dari
iming – iming yang ada, akankah pemerintah mengubah
kembali kementrian pendidikan dan kebudayaan akan beralih menjadi Kementrian
pendidikan dan ekonomi kreatif? Hal tersebut mungkin saja terjadi, dengan
adanya perkembangan ekonomi yang relatif maju pesat dan adanya penunjang lain
seperti pendidikan, maka perekonomian indonesia akan semakin maju dan mendapatkan
devisa yang menguntungkan bagi negara. Harapannya kedepan, entah itu apa yang
akan menjadi nama dalam dunia pendidikan akan tetapi kinerja dari pengurus pendidikan
dan pihak terkait dapat menjalankan tugasnya secara maksimal, supaya pendidikan
dan karakter dari anak bangsa dapat terbentuk dengan baik sebagaimana mestinya.
Sehingga untuk nama tersebut tidak perlu dipermasalahkan, karena hal tersebut hanya
membuang – buang waktu dan administrasi lainnya. Di dalam pendidikan sudah termuat
berbagai hal, di antaranya kebudayaan dan ekonomi kreatif sudah terdapat
didalamnya, tinggal bagaimana kita menggali kreative siswa lewat pendidikan
tersebut.
Critical
Fenomena
Kebudayaan
tidak dapat lepas dari pendidikan, Akan tetapi antara pendidikan dan kebudayaan
itu masing - masing mempunyai kebutuhan yang kompleks yang harus ditangani
secara khusus oleh pemerintah. Apabila kebudayaan masuk kedalam pendidikan maka
pendidikan tidak akan berjalan dengan lancar karena terfokus pada kebudayaan.
Hal tersebut juga terlihat dalam tujuan berubahnya Kementrian Pendidikan
Nasional menjadi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yaitu pemerintah
menginginkan nilai – nilai budaya melekat dalam proses pendidikan, ingin
menumbuhkan kecintaan anak – anak indonesia terhadap nilai – nilai budaya, dan
tujuan yang terakhir berusaha menggali warisan budaya yang belum ditemukan. Dengan
demikian tujuan dari pemerintah sebenarnya lebih kepada kebudayaan dari pada
pendidikan (Pendidikan akan terabaikan).
Setelah
adanya perubahan dari Kementrian Pendidikan Nasional menjadi Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan, banyak menimbulkan pro dan kontra di semua kalangan
yaitu pro bagi pihak yang merasa diuntungkan dan kontra bagi pihak yang
dirugikan. Bagaiman tidak? Sebelum adanya perubahan dari Kementrian Pendidikan
Nasional menjadi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, sudah terdapat banyak masalah
mengenai pendidikan. Banyak pendidikan yang tidak diperhatikan oleh pemerintah
terutama didaerah pedesaan atau daerah terpencil. Apalagi kalau ditambah dengan
kebudayaan?dapatkah mentri tersebut menangani dua bidang sekaligus?Nyatanya
hanya satu bidang saja masih keteteran,
ditambah lagi massa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono yang tinggal tiga
tahun, ini merupakan waktu yang relatif singkat untuk mewujudkan target
perubahan tersebut.
Dampakdari
perubahan Kementrian Pendidikan Nasional menjadi Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan tersebut maka akan ada banyak hal yang harus dirubah diantaranya
yaitu mulai dari masalah struktur organisasi, administrasi, hingga pergantian
papan nama dan kop surat di seluruh jajaran bidang pendidikan. Semua papan nama
mulai dari TK hingga Perguruan Tinggi juga harus dirubah sesuai dengan nama
yang baru. Kop – kop surat dan segala urusan lainnya juga harus di rubah. Nah,
hal ini tentu saja memakan biaya dan waktu yang tidak sedikit. Bahkan justru
akan menimbulkan pemborosan negara. Itu saja baru masalah yang kelihatan Sepele, belum lagi masalah administrasi
yang lainnya. Tentu saja butuh waktu lama dan dana yang relatif besar. Ujung –
ujungnya rakyatlah yang menjadi korban akibat dari dana pembangungan yang
terkuras untuk biaya operasional.
Upaya
pemerintah
Sesuai
Keppres No.59/P/Tahun 2011, Mendiknas Mohammad Nuh resmi berganti jabatan
menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud). Kepemimpinannya di
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan dibantu dua wakil menteri, yaitu Musliar
Kasim sebagai Wakil Mendikbud bidang pendidikan dan Wiendu Nuryanti sebagai
Wakil Mendikbud bidang kebudayaan.
Terkait
dengan kepeminpinan tersebut yang terdapat dua wakil mentri, sekiranya itu merupakan
hal yang kurang efektif, karena wakil mentri pendidikan dan kebudayaan cukup
dilakukan oleh satu wakil saja yang ahli dalam bidangnya, maka kala terdapat
dua wakil mentri maka akan terjadi tumpang tindih dalam kinerjanya, karena
wakil tersebut sama – sama bekerja atau menangani dalam dunia pendidikan.
Sehingga harus ada wakil Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yang menganggur,
bisa jadi karena keduanya kebimbangan dalam pembagian kerjanya, maka tujuan
utama yang diharapkan oleh banyak pihak tidak akan tercapai. Malah akan
memperburuk keadaan.
Upaya
yang dilakukan pemerintah, diantaranya kembali mendudukkan bersama antara
pendidikan dan kebudayaan. Penggabungan kedua unsur tersebut dinilai akan
membawa dampak yang positif bagi pendidikan
di masa depan. Karena didalam proses pembelajarannya, siswa tidak hanya di
ajarkan secara akademis akan tetapi siswa juga diperkenalkan hasil budaya
indonesia. Dengan demikian hasil kebudayaan indonesia dapat teridentifikasi
kembali. Misalnya saja hasil kebudayaan batik, tenun, wayang, kuliner, dan
bahkan museum – museum yang bersejarah pun dapat dikenali oles siswa. Siswa
juga tidak hanya unggul dalam bidang akademis (matematika, fisika, kimia, dan
biologi, dll ) akan tetapi dalam etika dan moralnya dapat terbentuk dengan
baik. Dan kreativitas siswa pun dapat terbangun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar